\m/ (0_0) \m/

Minggu, 26 Februari 2012

ibanez ict 700

X

Ibanez Effects
Just as the metamorphosis of heavy metal has never stopped, neither do the weapons of engagement. Desgined in consultation with numerous artists, the Ibanez X-Series combines originally desiged body shape with killer tone and playability. Named after the medieval swords, Falchion, Halberd, Glaive and Xiphos, the X is ready for an all-in frontal assault.

MODEL: ICT700

FINISH: WHITE

SPECS
Neck Material:  5pc Maple/ Walnut
Neck Type:  Wizard III thru-neck
Body:  Mahogany body
Frets:  Jumbo frets
Fingerboard:  Bound Rosewood
Inlay:  Reversed Sharktooth inlay
Bridge:  Gibraltar Custom bridge
NeckPU:  DiMarzio® D Activator™
BridgePU:  DiMarzio® D Activator™
HW Color:  BK
Finishes:  WH, BK

Melawan kegelapan By ; ADMIN

UDUL ;MELAWAN KEGELAPANGENRE ;FANTASY.POWER.METALRENCANA ;THE DARKNESSFORCEALBUM; CERITA KEGELAPANBY; ARIF MAULANA

INTRO ;

MEMULAI SEBUAH PETUALANGANpetualangan tiada akhir melawan rintangan yang menghadang kami kuat mengatasi segalanyahancur dalam kegelapan

Melawan kegelapan ataukita akan dihancurkanyatiada pilihan kecualimelawan kegelapan

Reff;Disini kita memulai semuapetualangan yang kita nantikandisini kita mencoba melawan bebanHANCUR DALAM KEGELAPANtak pernah terbayang dalam angan Sebuah Rasa yang terpendamhancur dalam keterpurukan

Kita telah MEMULAI SEBUAH PETUALANGANpetualangan tiada akhir melawan rintangan yang menghadang kita bisa atasi segalanyahancur dalam kegelapan

Ending;

semua yang kita inginkanpasti terwujud suatu nantitiada yang tidak bisa jika kita berusahaDisini kita mencari semuasesuatu yang kita inginkandisini kita mencoba melawan rintanganjanganlah kitaHANCUR DALAM KEGELAPAN

Disini kita memulai semuapetualangan yang kita nantikandisini kita mencoba melawan bebanHANCUR DALAM KEGELAPANtak pernah terbayang dalam angan Sebuah Rasa yang terpendamhancur dalam keterpurukan

Sejarah singkat black metal


Kemunculan genre black metal sebenarnya hampir mirip dengan kasus genre death metal.Pada awalnya "black metal" cuma sebuah album yg dirilis tahun 1982 oleh band thrash metal U.K. yg namanya "Venom".Band ini memasukkan unsur2 yg berbau satanis ke dalam musik mereka.Rupanya hal tsb membuat album ini sukses dan akhirnya banyak bermunculan band2 lain yang mengusung aliran seperti pada album itu.Singkatnya black metal yang lahir dari janin thrash metal menjadi virus baru di daratan Eropa.

Death Metal Indonesia

Sejarah Death Metal Di Indonesia

Death metal
Death metal adalah sebuah sub-genre dari musik heavy metal
yang berkembang dari thrash metal pada awal 1980-an. Beberapa
ciri khasnya adalah lirik lagu yang bertemakan kekerasan atau
kematian, ritme gitar rendah (downtuned rhythm guitars), perkusi
yang cepat, dan intensitas dinamis. Vokal biasanya dinyanyikan
dengan gerutuan (death grunt) atau geraman maut (death growl).
Teknik menyanyi seperti ini juga sering disebut "Cookie Monster
vocals".
Beberapa pelopor genre ini adalah Venom dengan albumnya
Welcome to Hell (1981) dan Death dengan albumnya Scream
Bloody Gore (1987). Death metal kemudian dikembangkan lebih
lanjut oleh band-band seperti Cannibal Corpse, Morbid Angel,
Entombed, God Macabre, Carnage, dan Grave.
Kemudian era 2000'an, Death Metal berkembang sangat pesat.
Banyak band-band jebolan aliran death metal menjadi pembaharu
dalam musik metal. Band-band tersebut antara lain Inhuman
Dissiliency, Disavowed, Viraemia, Hiroshima Will Burn, Amon
Amarth, Inveracity, The Berzeker,Dying Fetus, Condemned, dan
masih banyak lagi.
Di Indonesia, genre ini diawali pergerakan dan perkembangan-nya
di tahun 1990-an dengan bandthrash metal Rotor di Jakarta.
Pergerakkan utama Death Metal Indonesia berasal dari munculnya
inisiatif oleh band Grindcore asal Malang, Rotten Corpse, yang
menggarap untuk pertama kalinya (yang diketahui) musik Death
Metal. Kemunculan dan permainan Rotten Corpse akan Death Metal
merupakan pertanda dari lahirnya sebuah individu musik baru,
bernama Death Metal. Beberapa band pioneer Death Metal lainnya
di daerah lain, seperti Trauma dari Jakarta , Insanity dan
Hallucination dari Bandung, Death Vomit dari Jogjakarta , Slow
Death dari Surabaya, Murder dari Boyolali kemudian berkembang
dengan band-band yang dianggap sebagai senior karena
pengalamannya masing-masing seperti: Disinfected, Ancur,
Plasmoptysis, Jasad dariBandung, Siksa Kubur , Funeral Inception
dari Jakarta,Cranial Incisored Yogjakarta , Semarang Grind Buto.
Abysal. R.O.H, Blast Torment dari Padang,Total Rusak dari
Bukittinggi,Praying For Suicide Tragedy dari Bukittinggi dan
Jahanam Corpse dari Batam , Sacrament ,Parkinson ,
NGAYAU,binasa dari Kalbar
Perkembangan musik Death Metal di Indonesia mengalami
perkembangan yang sangat baik. Diantaranya terusulkannya suatu
forum pusat dari pecinta Death Metal Indonesia, yang bernama
forum Death Metal Indonesia, yang bernama Indonesian Death
Metal atau disingkat IDDM. Kemudian juga muncul Indogrind.net,
GUBUG RIOT, staynocase, dan lainnya. Saat ini, band-band baru
Death Metal akan menyuarakan 'suara-suara maut' dalam event
metal. Band-band Death Metal di Indonesia sekarang antara lain
Dynasty of Waru, Bad Habit, Asphyxiate, Bleeding Corpse,Death
Vomit, Kill Harmonic, Grind Buto, Infected Voice, Brain Ass,
Hatestroke, Sickmath dan sebagainya.
Perkembangan Death Metal Indonesia setelah terciptanya IDDM,
merupakan sebagai indikasi dan peresmian kelompok-kelompok
Death Metal di seluruh wilayah Indonesia untuk go on public atau
menunjukkan diri mereka masing-masing pada publik. Seperti
pada saat ini, banyak sekali kelompok/komunitas Death Metal
Indonesia di wilayah mereka masing-masing yang sudah
menunjukkan diri mereka di Internet. Komunitas-komunitas
tersebut masih merupakan bagian dari Indonesian Death Metal/
IDDM. IDDM merupakan salah satu web penghubung yang
menjadi tempat bertukar pikiran maupun aspirasi hingga media
untuk iklan / promosi album maupun merchandise. Komunitas-
komunitas tersebut diantaranya adalah Malang Death Metal Force,
Bandung Death Metal, Bekasi HORDE! Death Metal, Jogjakarta
Corpse Grinder, Magelang Death Metal Militia, Sukoharjo Death
Metal, Semarang Death Metal, Bali Death Metal sampai Samarinda
Death Metal dan masih banyak lagi komunitas di seluruh
Indonesia.
Beberapa subgenre death metal:
Technical death metal - Death Metal yang dikembangkan dengan
nada-nada diatonis, merupakan perkembangan dari musik Death
Metal ke yang lebih kompleks. Seringkali diasosiasikan sebagai
penggabungan antara death metal dengan progressive rock dan
jazz fusion.
Melodic death metal - heavy metal dicampur dengan beberapa
unsur Death Metal, misalnya death growl dan blastbeat
Progressive death metal - gabungan antara death metal dan
progressive metal
Brutal death metal - Brutal Death Metal merupakan
perkembangan dari Death Metal itu sendiri. Brutal Death Metal
merupakan salah satu perkembangan yang berhasil
menghasilkan perkembangan lagi di genre Death Metal. Brutal
Death Metal menghasilkan Slamming-Gore Brutal Death Metal,
Slamming-Groove Technical Brutal Death Metal, Slamming
Goregrind, dan lainnya.
Deathcore - gabungan antara metalcore/groove metal dengan
death metal, merupakan genre Death Metal yang lebih menjurus
kepada musik Post Hardcore.
Death/Doom - gabungan antara doom metal dan death metal
Blackened death metal - Blackened Death Metal merupakan usul-
usul yang dilakukan oleh band-band Death Metal yang ingin
menggabungkan kembali unsur Black Metal pada Death Metal
seperti yang terjadi pada Era Pertama Death Metal, di mana
Death Metal masih tercium bau-bau Black Metal.

Sejarah Gitar Ibanez


Ibanez adalah merek gitar yang dimiliki oleh Hoshino Gakki dan berbasis di Nagoya, Aichi, Jepang. Hoshino Gakki adalah salah satu perusahaan alat musik Jepang pertama untuk memperoleh pijakan yang signifikan di Amerika Serikat dan Eropa.

Sejarah Musik indonesia

Sejarah Musik Indonesia
Category: Music
Embrio kelahiran scene musik rock underground di Indonesia sulit dilepaskan dari evolusi rocker-rocker pionir era 70-an sebagai pendahulunya. Sebut saja misalnya God Bless, Gang Pegangsaan, Gypsy(Jakarta), Giant Step, Super Kid (Bandung), Terncem (Solo), AKA/SAS (Surabaya), Bentoel (Malang) hingga Rawe Rontek dari Banten. Mereka inilah generasi pertama rocker Indonesia. Istilah underground sendiri sebenarnya sudah digunakan Majalah Aktuil sejak awal era 70- an. Istilah tersebut digunakan majalah musik dan gaya hidup pionir asal Bandung itu untuk mengidentifikasi band-band yang memainkan musik keras dengan gaya yang lebih ..liar’ dan ..ekstrem’ untuk ukuran jamannya. Padahal kalau mau jujur, lagu-lagu yang dimainkan band- band tersebut di atas bukanlah lagu karya mereka sendiri, melainkan milik band-band luar negeri macam Deep Purple, Jefferson Airplane, Black Sabbath, Genesis, Led Zeppelin, Kansas, Rolling Stones hingga ELP. Tradisi yang kontraproduktif ini kemudian mencatat sejarah
namanya sempat mengharum di pentas nasional. Sebut saja misalnya El Pamas, Grass Rock (Malang), Power Metal (Surabaya), Adi Metal Rock (Solo), Val Halla (Medan) hingga Roxx (Jakarta). Selain itu Log jugalah yang membidani lahirnya label rekaman rock yang pertama di Indonesia, Logiss Records. Produk pertama label ini adalah album
ketiga God Bless, “Semut Hitam” yang dirilis tahun 1988 dan ludes hingga 400.000 kaset di seluruh Indonesia.
Menjelang akhir era 80-an, di seluruh dunia waktu itu anak-anak muda sedang mengalami demam musik thrash metal. Sebuah perkembangan style musik metal yang lebih ekstrem lagi dibandingkan heavy metal. Band- band yang menjadi gods-nya antara lain Slayer, Metallica, Exodus, Megadeth, Kreator, Sodom, Anthrax hingga Sepultura. Kebanyakan kota- kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Surabaya, Malang hingga Bali, scene undergroundnya pertama kali lahir dari genre musik ekstrem tersebut. Di Jakarta sendiri komunitas metal pertama kali tampil di depan publik pada awal tahun 1988. Komunitas anak metal (saat itu istilah underground belum populer) ini biasa hang out di Pid Pub, sebuah pub kecil di kawasan pertokoan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Menurut Krisna J. Sadrach, frontman Sucker Head, selain nongkrong, anak-anak yang hang out di sana oleh Tante Esther, owner Pid Pub, diberi kesempatan untuk bisa manggung di sana. Setiap malam minggu biasanya selalu ada live show dari band-band baru di Pid Pub dan kebanyakan band-band tersebut mengusung musik rock atau metal.
Band-band yang sering hang out di scene Pid Pub ini antara lain Roxx (Metallica & Anthrax), Sucker Head (Kreator & Sepultura), Commotion Of Resources (Exodus), Painfull Death, Rotor (Kreator), Razzle (GN’R), Parau (DRI & MOD), Jenazah, Mortus hingga Alien Scream (Obituary). Beberapa band diatas pada perjalanan berikutnya banyak yang membelah diri menjadi band-band baru. Commotion Of Resources adalah cikal bakal band gothic metal Getah, sedangkan Parau adalah embrio band death metal lawas Alien Scream. Selain itu Oddie, vokalis Painfull Death selanjutnya membentuk grup industrial Sic Mynded di Amerika Serikat bersama Rudi Soedjarwo (sutradara Ada Apa Dengan Cinta?). Rotor sendiri dibentuk pada tahun 1992 setelah cabutnya gitaris Sucker Head, Irvan Sembiring yang merasa konsep musik Sucker Head saat itu masih kurang ekstrem baginya.
Semangat yang dibawa para pendahulu ini memang masih berkutat pola tradisi ..sekolah lama’, bangga menjadi band cover version! Di antara mereka semua, hanya Roxx yang beruntung bisa rekaman untuk single pertama mereka, “Rock Bergema”. Ini terjadi karena mereka adalah salah satu finalis Festival Rock Se-Indonesia ke-V. Mendapat kontrak rekaman dari label adalah obsesi yang terlalu muluk saat itu. Jangankan rekaman, demo rekaman bisa diputar di radio saja mereka sudah bahagia. Saat itu stasiun radio yang rutin mengudarakan musik- musik rock/metal adalah Radio Bahama, Radio Metro Jaya dan Radio SK. Dari beberapa radio tersebut mungkin yang paling legendaris adalah Radio Mustang. Mereka punya program bernama Rock N’ Rhythm yang
mengudara setiap Rabu malam dari pukul 19.00 – 21.00 WIB. Stasiun radio ini bahkan sempat disatroni langsung oleh dedengkot thrash metal Brasil, Sepultura, kala mereka datang ke Jakarta bulan Juni 1992. Selain medium radio, media massa yang kerap mengulas berita- berita rock/metal pada waktu itu hanya Majalah HAI, Tabloid Citra Musik dan Majalah Vista.
Selain hang out di Pid Pub tiap akhir pekan, anak-anak metal ini sehari-harinya nongkrong di pelataran Apotik Retna yang terletak di daerah Cilandak, Jakarta Selatan. Beberapa selebritis muda yang dulu sempat nongkrong bareng (groupies?) anak-anak metal ini antara lain Ayu Azhari, Cornelia Agatha, Sophia Latjuba, Karina Suwandi hingga Krisdayanti. Aktris Ayu Azhari sendiri bahkan sempat dipersunting sebagai istri oleh (alm) Jodhie Gondokusumo yang merupakan vokalis Getah dan juga
mantan vokalis Rotor.
Tak seberapa jauh dari Apotik Retna, lokasi lain yang sering dijadikan lokasi rehearsal adalah Studio One Feel yang merupakan studio latihan paling legendaris dan bisa dibilang hampir semua band- band rock/metal lawas ibukota pernah rutin berlatih di sini. Selain Pid Pub, venue alternatif tempat band-band rock underground
manggung pada masa itu adalah Black Hole dan restoran Manari Open Air di Museum Satria Mandala (cikal bakal Poster Café). Diluar itu, pentas seni MA dan acara musik kampus sering kali pula di “infiltrasi” oleh band-band metal tersebut. Beberapa pensi yang historikal di antaranya adalah Pamsos (SMA 6 Bulungan), PL Fair (SMA
Pangudi Luhur), Kresikars (SMA 82), acara musik kampus Universitas
Nasional (Pejaten), Universitas Gunadarma, Universitas Indonesia (Depok), Unika Atmajaya Jakarta, Institut Teknologi Indonesia (Serpong) hingga Universitas Jayabaya (Pulomas).
Berkonsernya dua supergrup metal internasional di Indonesia, Sepultura (1992) dan Metallica (1993) memberi kontribusi cukup besar bagi perkembangan band-band metal sejenis di Indonesia. Tak berapa lama setelah Sepultura sukses “membakar” Jakarta dan Surabaya, band speed metal Roxx merilis album debut self-titled mereka di bawah
label Blackboard. Album kaset ini kelak menjadi salah satu album speed metal klasik Indonesia era 90-an. Hal yang sama dialami pula oleh Rotor. Sukses membuka konser fenomenal Metallica selama dua hari berturut-turut di Stadion Lebak Bulus, Rotor lantas merilis album thrash metal major labelnya yang pertama di Indonesia, Behind The 8th Ball (AIRO). Bermodalkan rekomendasi dari manajer tur Metallica dan honor 30 juta rupiah hasil dua kali membuka konser Metallica, para personel Rotor (minus drummer Bakkar Bufthaim) lantas eksodus ke negeri Paman Sam untuk mengadu nasib. Sucker Head sendiri tercatat paling telat dalam merilis album debut dibanding band
seangkatan mereka lainnya. Setelah dikontrak major label lokal, Aquarius
Musikindo, baru di awal 1995 mereka merilis album ..The Head Sucker’. Hingga kini Sucker Head tercatat sudah merilis empat buah album.
Dari sedemikian panjangnya perjalanan rock underground di tanah air, mungkin baru di paruh pertama dekade 90-anlah mulai banyak terbentuk scene-scene underground dalam arti sebenarnya di Indonesia. Di Jakarta sendiri konsolidasi scene metal secara masif berpusat di Blok M sekitar awal 1995. Kala itu sebagian anak-anak metal sering
terlihat nongkrong di lantai 6 game center Blok M Plaza dan di sebuah resto waralaba terkenal di sana. Aktifitas mereka selain hang out adalah bertukar informasi tentang band-band lokal daninternasional, barter CD, jual-beli t-shirt metal hingga merencanakan pengorganisiran konser. Sebagian lagi yang lainnya memilih hang out di basement Blok Mall yang kebetulan letaknya berada di bawah tanah.
Pada era ini hype musik metal yang masif digandrungi adalah subgenre yang makin ekstrem yaitu death metal, brutal death metal, grindcore, black metal hingga gothic/doom metal. Beberapa band yang makin mengkilap namanya di era ini adalah Grausig, Trauma, Aaarghhh, Tengkorak, Delirium Tremens, Corporation of Bleeding, Adaptor, Betrayer, Sadistis, Godzilla dan sebagainya. Band grindcore Tengkorak pada tahun 1996 malah tercatat sebagai band yang pertama kali merilis mini album secara independen di Jakarta dengan judul ..It’s A Proud To Vomit Him’. Album ini direkam secara profesional di Studio Triple M, Jakarta dengan sound engineer Harry Widodo (sebelumnya pernah menangani album Roxx, Rotor, Koil, Puppen dan PAS).
Tahun 1996 juga sempat mencatat kelahiran fanzine musik underground pertama di Jakarta, Brainwashed zine. Edisi pertama Brainwashed terbit 24 halaman dengan menampilkan cover Grausig dan profil band Trauma, Betrayer serta Delirium Tremens. Di ketik di komputer berbasis system operasi Windows 3.1 dan lay-out cut n’ paste tradisional, Brainwashed kemudian diperbanyak 100 eksemplar dengan mesin foto kopi milik saudara penulis sendiri. Di edisi-edisi berikutnya Brainwashed mengulas pula band-band hardcore, punk bahkan ska. Setelah terbit fotokopian hingga empat edisi, di tahun 1997 Brainwashed sempat dicetak ala majalah profesional dengan cover
penuh warna. Hingga tahun 1999 Brainwashed hanya kuat terbit hingga tujuh edisi, sebelum akhirnya di tahun 2000 penulis menggagas format e-zine di internet (www.bisik.com). Media-media serupa yang selanjutnya lebih konsisten terbit di Jakarta antara lain Morbid Noise zine, Gerilya zine, Rottrevore zine, Cosmic zine dan
sebagainya.
29 September 1996 menandakan dimulainya sebuah era baru bagi perkembangan rock underground di Jakarta. Tepat pada hari itulah digelar acara musik indie untuk pertama kalinya di Poster Café. Acara bernama “Underground Session” ini digelar tiap dua minggu sekali pada malam hari kerja. Café legendaris yang dimiliki rocker gaek
Ahmad Albar ini banyak melahirkan dan membesarkan scene musik indie baru yang memainkan genre musik berbeda dan lebih variatif. Lahirnya scene Brit/indie pop, ledakan musik ska yang fenomenal era 1997 – 2000 sampai tawuran massal bersejarah antara sebagian kecil massa Jakarta dengan Bandung terjadi juga di tempat ini. Getah,
Brain The Machine, Stepforward, Dead Pits, Bloody Gore, Straight Answer, Frontside, RU Sucks, Fudge, Jun Fan Gung Foo, Be Quiet, Bandempo, Kindergarten, RGB, Burning Inside, Sixtols, Looserz, HIV, Planet Bumi, Rumahsakit, Fable, Jepit Rambut, Naif, Toilet Sounds, Agus Sasongko & FSOP adalah sebagian kecil band-band yang ..kenyang’ manggung di sana.
10 Maret 1999 adalah hari kematian scene Poster Café untuk selama- lamanya. Pada hari itu untuk terakhir kalinya diadakan acara musik di sana (Subnormal Revolution) yang berujung kerusuhan besar antara massa punk dengan warga sekitar hingga berdampak hancurnya beberapa mobil dan unjuk giginya aparat kepolisian dalam membubarkan massa. Bubarnya Poster Café diluar dugaan malah banyak melahirkan venue- venue alternatif bagi masing-masing scene musik indie. Café Kupu- Kupu di Bulungan sering digunakan scene musik ska, Pondok Indah Waterpark, GM 2000 café dan Café Gueni di Cikini untuk scene Brit/indie pop, Parkit De Javu Club di Menteng untuk gigs punk/hardcore dan juga indie pop. Belakangan BB’s Bar yang super- sempit di Menteng sering disewa untuk acara garage rock-new wave-mellow punk juga rock yang kini sedang hot, seperti The Upstairs, Seringai, The Brandals, C’mon Lennon, Killed By Butterfly, Sajama Cut,
Devotion dan banyak lagi. Di antara semuanya, mungkin yang paling ..netral’ dan digunakan lintas-scene cuma Nirvana Café yangterletak di basement Hotel Maharadja, Jakarta Selatan. Di tempat ini pulalah, 13 Januari 2002 silam, Puppen ..menghabisi riwayat’ mereka dalam sebuah konser bersejarah yang berjudul, “Puppen : Last Show Ever”, sebuah rentetan show akhir band Bandung ini sebelum membubarkan diri.
Scene Punk/Hardcore/Brit/Indie Pop
Invasi musik grunge/alternative dan dirilisnya album Kiss This dari Sex Pistols pada tahun 1992 ternyata cukup menjadi trigger yang ampuh dalam melahirkan band-band baru yang tidak memainkan musik metal. Misalnya saja band Pestol Aer dari komunitas Young Offender yang diawal kiprahnya sering meng-cover lagu-lagu Sex Pistols lengkap dengan dress-up punk dan haircut mohawknya. Uniknya, pada perjalanan selanjutnya, sekitar tahun 1994, Pestol Aer kemudian mengubah arah musik mereka menjadi band yang mengusung genre british/indie pop ala The Stone Roses. Konon, peristiwa historik ini
kemudian menjadi momen yang cukup signifikan bagi perkembangan scene british/indie pop di Jakarta. Sebelum bubar, di pertengahan 1997 mereka sempat merilis album debut bertitel ..…Jang Doeloe’. Generasi awal dari scene brit pop ini antara lain adalah band Rumahsakit, Wondergel, Planet Bumi, Orange, Jellyfish, Jepit Rambut, Room-V,
Parklife hingga Death Goes To The Disco.
Pestol Aer memang bukan band punk pertama, ibukota ini di tahun 1989 sempat melahirkan band punk/hardcore pionir Antiseptic yang kerap memainkan nomor-nomor milik Black Flag, The Misfits, DRI sampai Sex Pistols. Lukman (Waiting Room/The Superglad) dan Robin (Sucker Head/Noxa) adalah alumnus band ini juga. Selain sering manggung di Jakarta, Antiseptic juga sempat manggung di rockfest legendaris Bandung, Hullabaloo II pada akhir 1994. Album debut Antiseptic sendiri yang bertitel ..Finally’ baru rilis delapan tahun kemudian (1997) secara D.I.Y. Ada juga band alternatif seperti Ocean yang memainkan musik ala Jane’s Addiction dan lainnya, sayangnya mereka tidak sempat merilis rekaman.
Selain itu, di awal 1990, Jakarta juga mencetak band punk rock The Idiots yang awalnya sering manggung meng-cover lagu-lagu The Exploited. Nggak jauh berbeda dengan Antiseptic, baru sembilan tahun kemudian The Idiots merilis album debut mereka yang bertitel ..Living Comfort In Anarchy’ via label indie Movement Records. Komunitas-
komunitas punk/hardcore juga menjamur di Jakarta pada era 90-an tersebut. Selain komunitas Young Offender tadi, ada pula komunitas South Sex (SS) di kawasan Radio Dalam, Subnormal di Kelapa Gading, Semi-People di Duren Sawit, Brotherhood di Slipi, Locos di Blok M hingga SID Gank di Rawamangun.
Sementara rilisan klasik dari scene punk/hardcore Jakarta adalah album kompilasi Walk Together, Rock Together (Locos Enterprise) yang rilis awal 1997 dan memuat singel antara lain dari band Youth Against Fascism, Anti Septic, Straight Answer, Dirty Edge dan sebagainya. Album kompilasi punk/hardcore klasik lainnya adalah Still One, Still Proud (Movement Records) yang berisikan singel dari Sexy Pig, The Idiots, Cryptical Death hingga Out Of Control.
Bandung scene
Di Bandung sekitar awal 1994 terdapat studio musik legendaris yang menjadi cikal bakal scene rock underground di sana. Namanya Studio Reverse yang terletak di daerah Sukasenang. Pembentukan studio ini digagas oleh Richard Mutter (saat itu drummer PAS) dan Helvi. Ketika semakin berkembang Reverse lantas melebarkan sayap bisnisnya dengan
membuka distro (akronim dari distribution) yang menjual CD, kaset, poster, t-shirt, serta berbagai aksesoris import lainnya. Selain distro, Richard juga sempat membentuk label independen 40.1.24 yang rilisan pertamanya di tahun 1997 adalah kompilasi CD yang bertitel “Masaindahbangetsekalipisan.” Band-band indie yang ikut serta di kompilasi ini antara lain adalah Burger Kill, Puppen, Papi, Rotten To The Core, Full of Hate dan Waiting Room, sebagai satu- satunya band asal Jakarta.
Band-band yang sempat dibesarkan oleh komunitas Reverse ini antara lain PAS dan Puppen. PAS sendiri di tahun 1993 menorehkan sejarah sebagai band Indonesia yang pertama kali merilis album secara independen. Mini album mereka yang bertitel “Four Through The S.A.P” ludes terjual 5000 kaset dalam waktu yang cukup singkat. Mastermind yang melahirkan ide merilis album PAS secara independen tersebut adalah (alm) Samuel Marudut. Ia adalah Music Director Radio GMR, sebuah stasiun radio rock pertama di Indonesia yang kerap memutar demo-demo rekaman band-band rock amatir asal Bandung, Jakarta dan sekitarnya. Tragisnya, di awal 1995 Marudut ditemukan tewas tak bernyawa di kediaman Krisna Sucker Head di Jakarta. Yang mengejutkan, kematiannya ini, menurut Krisna, diiringi lagu The End dari album Best of The Doors yang diputarnya pada tape di kamar Krisna. Sementara itu Puppen yang dibentuk pada tahun 1992 adalah salah satu pionir hardcore lokal yang hingga akhir hayatnya di tahun 2002 sempat merilis tiga album yaitu, Not A Pup E.P. (1995), MK II (1998) dan Puppen s/t (2000). Kemudian menyusul Pure Saturday dengan albumnya yang self-titled. Album ini kemudian dibantu promosinya oleh Majalah Hai. Kubik juga mengalami hal yang sama, dengan cara bonus kaset 3 lagu sebelum rilis albumnya.
Agak ke timur, masih di Bandung juga, kita akan menemukan sebuah komunitas yang menjadi episentrum underground metal di sana, komunitas Ujung Berung. Dulunya di daerah ini sempat berdiri Studio Palapa yang banyak berjasa membesarkan band-band underground cadas macam Jasad, Forgotten, Sacrilegious, Sonic Torment, Morbus Corpse, Tympanic Membrane, Infamy, Burger Kill dan sebagainya. Di sinilah kemudian pada awal 1995 terbit fanzine musik pertama di Indonesia yang bernama Revograms Zine. Editornya Dinan, adalah vokalis band Sonic Torment yang memiliki single unik berjudul “Golok Berbicara”. Revograms Zine tercatat sempat tiga kali terbit dan kesemua materi isinya membahas band-band metal/hardcore lokal maupun internasional.
Kemudian taklama kemudian fanzine indie seperti Swirl, Tigabelas, Membakar Batas dan yang lainnya ikut meramaikan media indie. Ripple dan Trolley muncul sebagai majalah yang membahas kecenderungan subkultur Bandung dan jug lifestylenya. Trolley bangkrut tahun 2002, sementara Ripple berubah dari pocket magazine ke format majalah standar. Sementara fanzine yang umumnya fotokopian hingga kini masih terus eksis. Serunya di Bandung tak hanya musik ekstrim yang maju tapi juga scene indie popnya. Sejak Pure Saturday muncul, berbagai band indie pop atau alternatif, seperti Cherry Bombshell, Sieve, Nasi Putih hingga yang terkini seperti The Milo, Mocca, Homogenic. Begitu pula scene ska yang sebenarnya sudah ada jauh sebelum trend ska besar. Band seperti Noin Bullet dan Agent Skins sudah lama mengusung genre musik ini.
Siapapun yang pernah menyaksikan konser rock underground di Bandung pasti takkan melupakan GOR Saparua yang terkenal hingga ke berbagai pelosok tanah air. Bagi band-band indie, venue ini laksana gedung keramat yang penuh daya magis. Band luar Bandung manapun kalau belum di ..baptis’ di sini belum afdhal rasanya. Artefak subkultur bawah tanah Bandung paling legendaris ini adalah saksi bisu digelarnya beberapa rock show fenomenal seperti Hullabaloo, Bandung Berisik hingga Bandung Underground. Jumlah penonton setiap acara-acara di atas tergolong spektakuler, antara 5000 – 7000 penonton! Tiket masuknya saja sampai diperjualbelikan dengan harga fantastis segala oleh para calo. Mungkin ini merupakan rekor tersendiri yang belum terpecahkan hingga saat ini di Indonesia untuk ukuran rock show underground.
Sempat dijuluki sebagai barometer rock underground di Indonesia, Bandung memang merupakan kota yang menawarkan sejuta gagasan-gagasan cerdas bagi kemajuan scene nasional. Booming distro yang melanda seluruh Indonesia saat ini juga dipelopori oleh kota ini. Keberhasilan menjual album indie hingga puluhan ribu keping yang dialami band Mocca juga berawal dari kota ini. Bahkan Burger Kill, band hardcore Indonesia yang pertama kali teken kontrak dengan major label, Sony Music Indonesia, juga dibesarkan di kota ini. Belum lagi majalah Trolley (RIP) dan Ripple yang seakan menjadi reinkarnasi Aktuil di jaman sekarang, tetap loyal memberikan porsi terbesar liputannya bagi band-band indie lokal keren macam Koil, Kubik, Balcony, The Bahamas, Blind To See, Rocket Rockers, The Milo, Teenage Death Star, Komunal hingga The S.I.G.I.T. Coba cek webzine Bandung, Death Rock Star (www.deathrockstar.tk) untuk membuktikannya. Asli, kota yang satu ini memang nggak ada matinya!
Scene Jogjakarta
Kota pelajar adalah julukan formalnya, tapi siapa sangka kalau kota ini ternyata juga menjadi salah satu scene rock underground terkuat di Indonesia? Well, mari kita telusuri sedikit sejarahnya. Komunitas metal underground Jogjakarta salah satunya adalah Jogja Corpsegrinder. Komunitas ini sempat menerbitkan fanzine metal Human Waste, majalah Megaton dan menggelar acara metal legendaris di sana, Jogja Brebeg. Hingga kini acara tersebut sudah terselenggara sepuluh kali! Band-band metal underground lawas dari kota ini antara lain Death Vomit, Mortal Scream, Impurity, Brutal Corpse, Mystis, Ruction.
Untuk scene punk/hardcore/industrial-nya yang bangkit sekitar awal 1997 tersebutlah nama Sabotage, Something Wrong, Noise For Violence, Black Boots, DOM 65, Teknoshit hingga yang paling terkini, Endank Soekamti. Sedangkan untuk scene indie rock/pop, beberapa nama yang patut di highlight adalah Seek Six Sick, Bangkutaman, Strawberry’s Pop sampai The Monophones. Selain itu, band ska paling keren yang pernah terlahir di Indonesia, Shaggy Dog, juga berasal dari kota ini. Shaggy Dog yang kini dikontrak EMI belakangan malah sedang asyik menggelar tur konser keliling Eropa selama 3 bulan! Kota gudeg ini tercatat juga pernah menggelar Parkinsound, sebuah festival musik elektronik yang pertama di Indonesia. Parkinsound 3 yang diselenggarakan tanggal 6 Juli 2001 silam di antaranya menampilkan Garden Of The Blind, Mock Me Not, Teknoshit, Fucktory, Melancholic Bitch hingga
Mesin Jahat.
Scene Surabaya
Scene underground rock di Surabaya bermula dengan semakin tumbuh-berkembangnya band-band independen beraliran death metal/grindcore sekitar pertengahan tahun 1995. Sejarah terbentuknya berawal dari event Surabaya Expo (semacam Jakarta Fair di DKI – Red) dimana band- band underground metal seperti, Slowdeath, Torture, Dry, Venduzor, Bushido manggung di sebuah acara musik di event tersebut.
Setelah event itu masing-masing band tersebut kemudian sepakat untuk mendirikan sebuah organisasi yang bernama Independen. Base camp dari organisasi yang tujuan dibentuknya sebagai wadah pemersatu serta sarana sosialisasi informasi antar musisi/band underground metal ini waktu itu dipusatkan di daerah Ngagel Mulyo atau tepatnya di studio milik band Retri Beauty (band death metal dengan semua personelnya cewek, kini RIP – Red). Anggota dari organisasi yang merupakan cikal bakal terbentuknya scene underground metal di Surabaya ini memang sengaja dibatasi hanya sekitar 7-10 band saja.
Rencana pertama Independen waktu itu adalah menggelar konser underground rock di Taman Remaja, namun rencana ini ternyata gagal karena kesibukan melakukan konsolidasi di dalam scene. Setelah semakin jelas dan mulai berkembangnya scene underground metal di Surabaya pada akhir bulan Desember 1997 organisasi Independen resmi dibubarkan. Upaya ini dilakukan demi memperluas jaringan agar semakin tidak tersekat-sekat atau menjadi terkotak-kotak komunitasnya.
Pada masa-masa terakhir sebelum bubarnya organisasi Independen, divisi record label mereka tercatat sempat merilis beberapa buah album milik band-band death metal/grindcore Surabaya. Misalnya debut album milik Slowdeath yang bertitel “From Mindless Enthusiasm to Sordid Self-Destruction” (September 96), debut album Dry berjudul “Under The Veil of Religion” (97), Brutal Torture “Carnal Abuse”, Wafat “Cemetery of Celerage” hingga debut album milik Fear Inside
yang bertitel “Mindestruction”. Tahun-tahun berikutnya barulah underground metal di Surabaya dibanjiri oleh rilisan-rilisan album milik Growl, Thandus, Holy Terror, Kendath hingga Pejah.
Sebagai ganti Independen kemudian dibentuklah Surabaya Underground Society (S.U.S) tepat di malam tahun baru 1997 di kampus Universitas 45, saat diselenggarakannya event AMUK I. Saat itu di Surabaya juga telah banyak bermunculan band-band baru dengan aliran musik black metal. Salah satu band death metal lama yaitu, Dry kemudian berpindah konsep musik seiring dengan derasnya pengaruh musik black metal di Surabaya kala itu.
Hanya bertahan kurang lebih beberapa bulan saja, S.U.S di tahun yang sama dilanda perpecahan di dalamnya. Band-band yang beraliran black metal kemudian berpisah untuk membentuk sebuah wadah baru bernama ARMY OF DARKNESS yang memiliki basis lokasi di daerah Karang Rejo. Berbeda dengan black metal, band-band death metal selanjutnya memutuskan tidak ikut membentuk organisasi baru. Selanjutnya di bulan September 1997 digelar event AMUK II di IKIP Surabaya. Event ini kemudian mencatat sejarah sendiri sebagai event paling sukses di Surabaya kala itu. 25 band death metal dan black metal tampil sejak pagi hingga sore hari dan ditonton oleh kurang lebih 800 – 1000 orang. Arwah, band black metal asal Bekasi juga turut tampil di even tersebut sebagai band undangan.
Scene ekstrem metal di Surabaya pada masa itu lebih banyak didominasi oleh band-band black metal dibandingkan band death metal/grindcore. Mereka juga lebih intens dalam menggelar event-event musik black metal karena banyaknya jumlah band black metal yang muncul. Tercatat kemudian event black metal yang sukses digelar di Surabaya seperti ARMY OF DARKNESS I dan II.
Tepat tanggal 1 Juni 1997 dibentuklah komunitas underground INFERNO 178 yang markasnya terletak di daerah Dharma Husada (Jl. Prof. DR. Moestopo,Red). Di tempat yang agak mirip dengan rumah-toko (Ruko) ini tercatat ada beberapa divisi usaha yaitu, distro, studio musik, indie label, fanzine, warnet dan event organizer untuk acara-acara underground di Surabaya. Event-event yang pernah di gelar oleh INFERNO 178 antara lain adalah, STOP THE MADNESS, TEGANGAN TINGGI I & II hingga BLUEKHUTUQ LIVE.
Band-band underground rock yang kini bernaung di bawah bendera INFERNO 178 antara lain, Slowdeath, The Sinners, Severe Carnage, System Sucks, Freecell, Bluekuthuq dan sebagainya. Fanzine metal asal komunitas INFERNO 178, Surabaya bernama POST MANGLED pertama kali terbit kala itu di event TEGANGAN TINGGI I di kampus Unair dengan tampilnya band-band punk rock dan metal. Acara ini tergolong kurang sukses karena pada waktu yang bersamaan juga digelar sebuah event black metal. Sayangnya, hal ini juga diikuti dengan mandegnya proses penggarapan POST MANGLED Zine yang tidak kunjung mengeluarkan edisinya yang terbaru hingga kini.
Maka, untuk mengantisipasi terjadinya stagnansi atau kesenjangan informasi di dalam scene, lahirlah kemudian GARIS KERAS Newsletter yang terbit pertama kali bulan Februari 1999. Newsletter dengan format fotokopian yang memiliki jumlah 4 halaman itu banyak mengulas berbagai aktivitas musik underground metal, punk hingga HC tak hanya di Surabaya saja tetapi lebih luas lagi. Respon positif pun menurut mereka lebih banyak datang justeru dari luar kota Surabaya itu sendiri. Entah mengapa, menurut mereka publik underground rock di Surabaya kurang apresiatif dan minim dukungannya terhadap publikasi independen macam fanzine atau newsletter tersebut. Hingga akhir hayatnya GARIS KERAS Newsletter telah menerbitkan edisinya hingga ke- 12.
Divisi indie label dari INFERNO 178 paling tidak hingga sekitar 10 rilisan album masih tetap menggunakan nama Independen sebagai nama label mereka. Baru memasuki tahun 2000 yang lalu label INFERNO 178 Productions resmi memproduksi album band punk tertua di Surabaya, The Sinners yang berjudul “Ajang Kebencian”. Selanjutnya label
INFERNO 178 ini akan lebih berkonsentrasi untuk merilis produk- produk berkategori non-metal. Sedangkan untuk label khusus death metal/brutal death/grindcore dibentuklah kemudian Bloody Pigs Records oleh Samir (kini gitaris TENGKORAK) dengan album kedua Slowdeath yang bertitel “Propaganda” sebagai proyek pertamanya yang dibarengi pula dengan menggelar konser promo tunggal Slowdeath di Café Flower sekitar bulan September 2000 lalu yang dihadiri oleh 150- an penonton. Album ini sempat mencatat sold out walau masih dalam jumlah terbatas saja. Ludes 200 keping tanpa sisa.
Scene Malang
Kota berhawa dingin yang ditempuh sekitar tiga jam perjalanan dari Surabaya ini ternyata memiliki scene rock underground yang “panas” sejak awal dekade 90-an. Tersebutlah nama Total Suffer Community(T.S.C) yang menjadi motor penggerak bagi kebangkitan komunitas rock underground di Malang sejak awal 1995. Anggota komunitas ini terdiri dari berbagai macam musisi lintas-scene, namun dominasinya tetap
saja anak-anak metal. Konser rock underground yang pertama kali digelar di kota Malang diorganisir pula oleh komunitas ini. Acara bertajuk Parade Musik Underground tersebut digelar di Gedung Sasana Asih YPAC pada tanggal 28 Juli 1996 dengan menampilkan band-band lokal Malang seperti Bangkai (grindcore), Ritual Orchestra (black metal),Sekarat (death metal), Knuckle Head (punk/hc), Grindpeace (industrial
death metal), No Man’s Land (punk), The Babies (punk) dan juga band-band asal Surabaya, Slowdeath (grindcore) serta The Sinners (punk).
Beberapa band Malang lainnya yang patut di beri kredit antara lain Keramat, Perish, Genital Giblets, Santhet dan tentunya Rotten Corpse. Band yang terakhir disebut malah menjadi pelopor style brutal death metal di Indonesia. Album debut mereka yang
bertitel “Maggot Sickness” saat itu menggemparkan scene metal di Jakarta, Bandung, Jogjakarta dan Bali karena komposisinya yang solid dan kualitas rekamannya yang top notch. Belakangan band ini pecah menjadi dua dan salah satu gitaris sekaligus pendirinya, Adyth, hijrah ke Bandung dan membentuk Disinfected. Di kota inilah lahir untuk kedua kalinya fanzine musik di Indonesia. Namanya Mindblast zine yang
diterbitkan oleh dua orang scenester, Afril dan Samack pada akhir 1995. Afril sendiri merupakan eks-vokalis band Grindpeace yang kini eksis di band crust-grind gawat, Extreme Decay. Sementara indie label pionir yang hingga kini masih bertahan serta tetap produktif merilis album di Malang adalah Confused Records
Scene Bali
Berbicara scene underground di Bali kembali kita akan menemukan komunitas metal sebagai pelopornya. Penggerak awalnya adalah komunitas 1921 Bali Corpsegrinder di Denpasar. Ikut eksis di dalamnya antara lain, Dede Suhita, Putra Pande, Age Grindcorner dan Sabdo Moelyo. Dede adalah editor majalah metal Megaton yang terbit di
Jogjakarta, Putra Pande adalah salah satu pionir webzine metal Indonesia
Corpsegrinder (kini Anorexia Orgasm) sejak 1998, Age adalah pengusaha distro yang pertama di Bali dan Moel adalah gitaris/vokalis band death metal etnik, Eternal Madness yang aktif menggelar konser underground di sana. Nama 1921 sebenarnya diambil dari durasi siaran program musik metal mingguan di Radio Cassanova, Bali yang
berlangsung dari pukul 19.00 hingga 21.00 WITA.
Awal 1996 komunitas ini pecah dan masing-masing individunya jalan sendiri-sendiri. Moel bersama EM Enterprise pada tanggal 20 Oktober 1996 menggelar konser underground besar pertama di Bali bernama Total Uyut di GOR Ngurah Rai, Denpasar. Band-band Bali yang tampil diantaranya Eternal Madness, Superman Is Dead, Pokoke, Lithium, Triple Punk, Phobia, Asmodius hingga Death Chorus. Sementara band- band luar Balinya adalah Grausig, Betrayer (Jakarta), Jasad, Dajjal, Sacrilegious, Total Riot (Bandung) dan Death Vomit (Jogjakarta). Konser ini sukses menyedot sekitar 2000 orang penonton dan hingga sekarang menjadi festival rock underground tahunan di sana. Salah satu
alumni Total Uyut yang sekarang sukses besar ke seantero nusantara adalah band punk asal Kuta, Superman Is Dead. Mereka malah menjadi band punk pertama di Indonesia yang dikontrak 6 album oleh Sony Music Indonesia. Band-band indie Bali masa kini yang stand out di antaranya adalah Navicula, Postmen, The Brews, Telephone, Blod Shot Eyes
dan tentu saja Eternal Madness yang tengah bersiap merilis album ke tiga mereka dalam waktu dekat.
Memasuki era 2000-an scene indie Bali semakin menggeliat. Kesuksesan S.I.D memberi inspirasi bagi band-band Bali lainnya untuk berusaha lebih keras lagi, toh S.I.D secara konkret sudah membuktikan kalau band ..putera daerah’ pun sanggup menaklukan kejamnya industri musik ibukota. Untuk mendukung band-band Bali, drummer S.I.D, Jerinx dan beberapa kawannya kemudian membuka The Maximmum Rock N’ Roll Monarchy (The Max), sebuah pub musik yang berada di jalan Poppies, Kuta. Seringkali diadakan acara rock reguler di tempat ini.
Indie Indonesia Era 2000-an
Bagaimana pergerakan scene musik independen Indonesia era 2000-an? Kehadiran teknologi internet dan e-mail jelas memberikan kontribusi besar bagi perkembangan scene ini. Akses informasi dan komunikasi yang terbuka lebar membuat jaringan (networking) antar komunitas ini semakin luas di Indonesia. Band-band dan komunitas-komunitas baru banyak bermunculan dengan menawarkan style musik yang lebih beragam. Trend indie label berlomba-lomba merilis album band-band lokal juga menggembirakan, minimal ini adalah upaya pendokumentasian sejarah yang berguna puluhan tahun ke depan.
Yang menarik sekarang adalah dominasi penggunaan idiom ..indie’ dan bukan underground untuk mendefinisikan sebuah scene musik non- mainstream lokal. Sempat terjadi polemik dan perdebatan klasikmengenai istilah ..indie atau underground’ ini di tanah air. Sebagian orang memandang istilah ..underground’ semakin bias karena kenyataannya kian hari semakin banyak band-band underground yang ..sell-out’, entah itu dikontrak major label, mengubah style musik demi kepentingan bisnis atau laris manis menjual album hingga puluhan ribu keping. Sementara sebagian lagi lebih senang menggunakan idiom indie karena lebih ..elastis’ dan misalnya, lebih friendly bagi band-band yang memang tidak memainkan style musik ekstrem. Walaupun terkesan lebih kompromis, istilah indie ini belakangan juga semakin sering digunakan oleh media massa nasional, jauh
meninggalkan istilah ortodoks ..underground’ itu tadi.
Ditengah serunya perdebatan indie/underground, major label atau indie label, ratusan band baru terlahir, puluhan indie label ramai- ramai merilis album, ribuan distro/clothing shop dibuka di seluruh Indonesia. Infrastruktur scene musik non-mainstream ini pun kian established dari hari ke hari. Mereka seakan tidak peduli lagi dengan polarisasi indie-major label yang makin tidak substansial. Bermain musik sebebas mungkin sembari bersenang-senang lebih menjadi ..panglima’ sekarang ini.

Herman LI tak mau jadi mesin uang industri musik

Nama Herman Li sebagai gitaris mungkin tak diragukan lagi. Tak heran bila Ibanez mengendorse gitaris band metal “Dragon Force” ini. Artinya, namanya hampir bisa disajajarkan dengan dua gitaris yang juga diendorse Ibanez, yakni Steve Vai dan Joe Satriani. Namun, Herman Li tetap menganggap popularitas sebagai hal nomor dua dalam bermusik.
Bagi Herman Li, popularitas adalah ‘hadiah kedua’ dalam bermusik. Karena, baginya musik adalah seni yang sebenarnya tidak harus selalu diukur dan popularitas dan uang.
“Saya tidak mau menjadi mesin uang untuk industri musik. Saya juga tidak mau bermain musik hanya untuk popularitas. Karena, sejak awal saya menekuni musik, khususnya gitar, saya beranggapan bahwa musik itu adalah seni, di mana saya bisa mengekspresikan diri. Kalau pun saya akhirnya dikenal lewat itu, itu adalah hal kedua,” ujar Herman Li, kepada wartawan, sebelum tampil di Tiara Hotel Medan, Kamis (22/7) lalu.
Herman Li juga mengatakan bahwa sejak ia mendalami gitar sejak berusia 17 tahun, ia sudah mengagumi gitar Ibanez. Selain karena bodynya yang ‘sesuai dengan karakter musiknya’, ia bisa mengeksplorasi sound-sound gitar lebih luas dengan gitar Ibanez.
“Jadi, kalaupun ada merk gitar lain yang ingin mengendorse saya, saya pasti menolak kalau bukan dari Ibanez. Itu makanya ketika Ibanez mengendorse saya, saya sangat senang,” ujarnya. Dengan kata lain, Herman Li sudah ‘jodoh’ dengan Ibanez.
Herman Li tampil di Medan, Kamis (22/7) lalu untuk menunjukkan kebolehannya. Ia juga menunjukkan sejumlah kelebihan Ibanez kepada ratusan penonton yang hadir saat itu. “Ibanez telah banyak menginspirasi saya sebagai gitaris,” ujarnya.

DragonForce


Asal grup : London, Inggris
Genre : Extreme power metal dan Speed Metal
Tahun berdiri : 1999 (DragonHeart), 2003 (DragonForce) s.d sekarang
Album : Valley of the Damned – Demo (DragonHeart) – 2000
Valley of the Damned – 2003
Sonic Firestorms – 2004
In Human Rampage – 2006
Personil : 6 orang
Band ini mulai berdiri pada tahun 1999 dengan formasi Herman Li (Gitaris), Sam Totman (Gitaris), ZP Theart (vokalis), Didier Almouzni (drummer), pada saat itu belum ada pemain Bass.
Pada tahun 2000, mereka mulai mengeluarkan album demo mereka dengan tajuk “Valley of The Damned” dengan 5 track demo lagu.
Juni,2000, demo mereka mulai di rilis di sebuah situs mp3.com, dan mereka memuncaki tangga2 lagu power metal, pada saat itu, Bassist Diccon Harper yang merupakan alumni grup band selandia baru beraliran black metal, demoniac, menyusul mantan teman2 nya yg berasal dari grup yg sama Herman Li dan Sam Totman, untuk bergabung dengan DragonHeart.
Di tahun 2001, mereka banyak menulis lagu untuk debut album mereka, dan melakukan banyak pertunjukan. di tahun 2001, sang keyboardis, vadim pruzhanov bergabung dengan DragonHeart, dan mulai ikut di berbagai pertunjukan mereka.
Setelah terikat kontrak dengan Noise records pada tahun 2002, mereka mulai sibuk untuk melakukan rekaman versi final album debut mereka “Valley of The Damned”.
Pada tahun 2002, bassist Diccon Harper mulai merasa bahwa DragoHeart tidak sealiran dengan aliran musiknya, dia keluar dari grup band tersebut, kemudian posisinya digantikan oleh Adrian Lambert.
setelah melewati beberapa tour, 2003, Didier Almouzni, pemain drum grup ini, juga ikutan mundur dengan alasan yang sama di utarakan oleh Diccon Harper.
mengisi kekosongan Didier, dave mackintosh, drummer band aliran symphonic Black metal “Bal-Sagoth”.
Kemudian, di tahun 2003 album debut pertama mereka keluar dengan nama yang sama dengan album mereka sebelumnya “Valley of The Damned”. yang sekaligus merubah nama grup band menjadi DragonForce dari nama sebelumnya DragonHeart, yang ternyata nama DragonHeart telah dipakai grup beraliran power metal juga, asal brazil, yang berdiri sebelum mereka, yaitu pada tahun 1997.
Album kedua mereka (Dragon Force), Sonic Firestorms mulai direkam pada bulan Oktober sampai dengan desember tahun 2003.
dan pada tahun 2006 mereka merilis album ketiganya, In human Rampage.
Personil mereka sekarang terdiri dari 6 orang, yaitu
ZP “Zippy” Theart (1999-sekarang)
vokalis DragonForce, lahir pada tahun 1975 di clainwilliam, afrika selatan
theart bergabung dengan DragonForce, setelah teman satu grupnya, yaitu herman li dan sam totman melihat theart pada iklan Theart di majalah “metal hammer”,
kata li, theart adalah orang yang selama ini mereka cari untuk menjadi vokalis di grup band ini.
theart, juga bisa bermain gitar akustik. selain itu dia juga bernyanyi untuk grup beraliran punk metal dan comedy rock “shadow warriors”, yang merupakan proyek sampingan dari sam thotman.
Herman Li (1999-sekarang)
Lead dan rhytm gitaris, serta backing vokal ini lahir di Hongkong tahun 1976. awal dia bermain gitar pada tahun 1992 pada usia 16 tahun. setelah lama bermain di beberapa grup metal underground di London, dia memutuskan untuk membentuk grup sendiri dengan aliran power metal yg dinamai “DragonHeart” yg berganti nama menjadi”DragonForce”. Herman memiliki gaya bergitar yg sangat cepat, dia mengaku terinspirasi oleh musik video games dan beberapa musik games dari permainan komputer, hal ini tercermin pada permainan gitarnya di lagu “through the fire and flames” di album “in Human Rampage”, dia bilang sempat memasukkan effect suara permainan pacman di permainan gitar pada lagu itu.
Li di nobatkan sebagai best shredder pada acara Metal Hammer Golden Gods Awards pada tahun 2005, melalui album sonic firestorms.
Li dan temannya satu grup, sam totman berhasil memenangkan 4 kategori di Guitar World’s Readers Poll 2007, sebagai Best new talent, best metal, best riff, dan best shredder. mereka juga memenangkan best guitar solo, melalui lagu Through the fire and flames pada Total Guitar’s readers poll tahun 2007.
Sam Totman (1999-sekarang)
Lead dan rhytm gitaris DragonForce, lahir di Inggris,dan menghabiskan masa kanak2 nya di selandia baru, dia mulai bermain gitar pada usia 9 th, dengan gitar klasik. sebelum ia bergabung dgn dragonforce, dia bermain dengan 3 band yg satu sama lain berbeda aliran. salah satunya demoniac. pada saat di demoniac nama panggungnya adalah “Heimdall”. demoniac mengeluarkan 3 album, sebelum bubar, mereka pindah dari selandia baru ke london dan bubar pada akhir 1999. Totman menulis beberapa lagu untuk dragonforce, ia juga masih aktif sebagai anggota band (additional player) “Power Quest” yaitu band power metal di inggris yg berdiri tahun 2001. yang nota bene pendirinya adalah steve williams (mantan pemain keyboard dragonHeart). Totman adalah alcoholic, kadang di penampilan live-nya tak jarang dia bermain gitar dalam keadaan mabuk, dia sering di kritik penggemarnya akibat kebiasaan buruknya ini, bukan apa-apa, cuma akibatnya permainan gitar nya menjadi aneh dan buruk. Totman sering menggunakan gitar Ibanez dalam setiap aksi panggungnya, seperti gitar seri V Blade, VBT700, dan IC400.
Vadim Pruzhanov (2001-sekarang)
pemain keyboard dan keytar dragon force, berusia 23 tahun, lahir di ukraina, lalu pindah ke london, Inggris. dia mulai bermain piano pada usia 8 tahun, lalu memperdalam ilmunya di sekolah piano. 3 tahun menuntut ilmu di sekolah piano, vadim nampak bosan dan akhirnya dia memutuskan untuk belajar piano sendiri. dalam proses pembelajarannya, dia mulai mengenal rock , dan tertarik untuk berkarir di aliran musik ini.
vadim juga bisa bermain gitar, dia terinspirasi beberapa pemain gitar terkenal seperti Yngwie Malmsteen, Strapping Young Lad, Steve Vai, Pantera, Judas Priest, Symphony X, dan Dream Theater.
Dave Mackintosh (2003-sekarang)
Dave “Compact Dynamo” Mackintosh, begitu nama dan julukan drummer dan back vokal Dragon Force, terkenal dengan permainan pedalnya yang sangat cepat, sebelumnya, Dave adalah anggota band “Bal-Sagoth”, band beraliran symphonic black metal berasal dari Inggris ini berdiri pada tahun 1993 – sekarang, Dave menjadi anggota “Bal-Sagoth” pada album The power cosmic (1999) dan Atlantic ascedant (2001).
Permainan Dave dipengaruhi oleh para drummer2 seperti : Neil Peart, Mike Portnoy, Tommy Aldridge, Charlie Benante, Ingo Schwichtenberg, Nicko McBrain, Jonny Maudling, Vinnie Paul.
Frédéric Leclercq (2005-sekarang)
pemain Bass Dragon Force, multi talented alias mempunyai bakat yang beragam ini tidak hanya bisa memainkan gitar bass, tapi bisa bermain keyboard dan gitar, selain itu dia juga seorang session musician atau disebut dengan penyanyi sewaan yang bisa bernyanyi di band lain, sebagai partner duet dalam bernyanyi.Fred, adalah mantan anggota grup band beraliran power metal dari perancis ” Heavenly”.
Fred besar di keluarga musisi, pertama dia mengenal musik melalui piano, yang kemudian menuntunnya ke dunia heavy metal pada usia 12 th, dia berpindah dari bermain piano lalu bermain gitar. Setelah sukses bermain di beberapa grup metal underground di tempat tinggalnya, perancis, dia lalu bergabung dengan ” Heavenly”, bersama “Heavenly” dia berhasil menghasilkan album Sign of the winner (2001) dan Dust to dust (2004).dan melakukan tour keliling eropa.
2004, fred bersama-sama dengan pemain bass dan drum “Heavenly”, dia membentuk grup beraliran heavy thrash metal “Maladaptive”, yg menghasilkan sebuah demo (SUXEED), serta pernah melakukan tour di perancis, selain itu Maladaptive menjadi grup band pembuka konser2 besar seperti anthrax.
fred, bergabung dengan Dragon Force pada tahun 2006. setelah pemain bass sebelumnya, adrian lambert memutuskan untuk pergi dari dragon force. fred mengisi kekosongan lambert pada show dragon force di jepang dan amerika utara.
permainan bass fred dipengaruhi oleh Uli Jon Roth, Adrian Smith, Trey AzagthothMarty Friedman. and
Anggota Dragon Force terdahulu ada 5 orang, yaitu sebagai berikut:
Adrian Lambert (2003-2005)
pemain bass
Didier Almouzni ( 2000 – 2003)
pemain drum
Diccon Harper (2000 – 2002)
pemain bass
Steve Scott (1999 – 2000 )
pemain bass
Steve Williams (1999-2000)
pemain keyboards
Discography :
Valley of the Damned (2000 Demo)
1. Valley of the Damned
2. Revelations
3. Starfire
4. Black Winter Night
5. Disciples of Babylon
Valley of The Damned (2003)
1. Invocation of the Apocalyptic Evil
2. Valley of the Damned
3. Black Fire
4. Black Winter Night
5. Starfire
6. Disciples of Babylon
7. Revelations
8. Evening Star
9. Heart of a Dragon
Sonic Firestorm (2004)
1. My Spirit Will Go On
2. Fury of the Storm
3. Fields of Despair
4. Dawn Over a New World
5. Above the Winter Moonlight
6. Soldiers of the Wasteland
7. Prepare for War
8. Once In a Lifetime
Inhuman Rampage (2006)
1. Through the Fire and Flames
2. Revolution Deathsquad
3. Storming the Burning Fields
4. Operation Ground and Pound
5. Body Breakdown
6. Cry for Eternity
7. The Flame of Youth
8. Trail of Broken Hearts

Pengikut